Jumat, 02 Agustus 2013

Day#14 Makanan Terbaik


Tiada makanan yang lebih baik dari hasil usaha tangan sendiri. [HR. Bukhari]
Setiap makhluk hidup memerlukan makanan untuk bisa bertahan hidup, tidak terkecuali manusia. sebagai manusia berakal, ada aturan yang dibuat oleh Allah untuk manusia dalam memakan makanan yang ada di bumi. Aturan yang paling utama adalah makanan yang kita makan haruslah dari makanan yang halal.
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. [QS;an-Nahl:114]
Selain memakan makanan yang halal. Makanan yang kita makan hendaklah dari hasil jerih payah kita sendiri. Karena dalam hadits di atas yang diriwayatkan oleh Bukhari, dengan jelas Nabi menyatakan “Makanan yang terbaik adalah makanan yang dihasilkan dari kemampuan sendiri,” Artinya adalah makanan yang kita dapat bukan dari meminta belas kasihan orang lain.
***
Apabila shalat didirikan, sedangkan makan malam telah terhidang, maka makan malamlah lebih dahulu. [Riwayat Syaikhan]
Bilamana shalat didirikan, sedangkan makan malam telah dihidangkan. Maka kita dianjurkan untuk memulai dengan makan malam terlebih dahulu, kemudian sholat Isya. Dianjukan demikian oleh hadits ini karena mengerjakan ibadah dalam keadaan perut tidak lapar dapat membantu kita dalam ketaatan (khusyuk) kepada Allah SWT. Apabila kita beribadah kepada Allah tentu harus dalam keadaan yang khusyuk. Maka, apabila kita merasa lapar ketika akan shalat dan makanan telah tersedia. Hendaknya kita makan terlebih dahulu agar bisa berkonsentrasi dengan baik dalam beribadah.

Day #13 Mulai dari Diri Sendiri


Banyak jalan menuju kesuksessan dan kebahagiaan. Begitulah seringkali kita dengar berbagai nasihat dan ungkapan. Sebagai makhluk Allah SWT yang dianugerahi berbagai kelebihan, sesungguhnya jalan menuju kesuksesan dan kebahagiaan tersebut ada dalam diri kita masing-masing. Tidak menggantungkan hidup kepada orang lain adalah salah satu jalan menuju kebahagiaan.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka,” (QS.At-Tahrim[66]:6)
Makna dari ‘peliharalah dirimu’ adalah bahwa Allah SWT menganjurkan kita untuk memulai dari diri sendiri sebelum keluarga, isteri dan anak-anak. Seorang kepala keluarga haruslah terlebih dahulu menjadi baik, sebab isteri dan anak-anak yang dipimpinnya harus mendapat contoh dari kepribadiannya.
Seorang suami hendaknya terlebih dahulu beriman kepada Allah SWT sebelum mengajak anak dan isterinya untuk beriman kepada Allah SWT. Ia harus terlebih dahulu taat menjalankan perintah agama dan meninggalkan larangan agama sebelum menyuruh isteri dan anak-anaknya.

Kamis, 01 Agustus 2013

Day #12 Hikmah Sakit


Rasulullah SAW bersabda, ketika seseorang ditimpa penderitaan (sakit), maka Allah mengutus dua malaikat kepadanya. Dia berfirman, "Dengarkanlah apa kata hamba-Ku ketika ditengok orang-orang." Jika Ia mengucapkan alhamdulillah, maka Allah berfirman kepada dua malaikat tersebut, "Sampaikanlah kepadanya, jika aku mematikannya karena penyakitnya, maka ia pasti masuk surga: dan jika Aku sembuhkan, maka pasti daging dan darahnya akan Aku ganti dengan yang lebih baik dari asalnya, serta Aku jadikan penderitaan (penyakitnya) sebagai penebus dosa-dosanya" (HR. Al-Faqih).
Hikmah lainnya, sakit bisa dijadikan sebagai sarana bertafakur. Betapa tidak? dengan sakit, kita dapat terhindar dari kemaksiatan yang mungkin akan kita lakukan dalam keadaan sehat. Kita menjadi insaf akan betapa penting dan mahalnya harga kesehatan yang sering kali kita sia-siakan ketika sehat.
Wallahu'alam bish showab.

Day #11 Mangkuk Si Pengemis


Sebuah Renungan:

Seorang Raja beserta pengiringnya berpapasan dengan seorang pengemis.
Sang Raja menyapa pengemis ini “Apa yang engkau minta?”
Si Pengemis berkata “Tuanku bertanya, seakan-akan anda mampu”
Sang Raja merasa tertantang “Tentu saja aku mampu!”
Jawablah si pengemis “Jangan sembarangan berjanji Tuan”.
Rupanya dia bukan sembarang pengemis. Namun Raja tak merasakan hal itu.
Timbul rasa angkuh dan tak senang pada diri Raja.
“Apapun juga! Aku orang kaya raya”.
Si pengemis itu mengeluarkan mangkuknya, “Tuanku tolong isi ini”
Raja menjadi geram. Segera ia memerintahkan bendahara untuk mengisi penuh mangkuk dengan emas. Anehnya, emas dalam pundi-pundi besar itu tidak dapat mengisi penuh mangkuk. Bahkan seluruh perbendaharaan kerajaan : emas, intan, berlian dan lain lain telah habis dilahap mangkuk sedekah itu. Mangkuk itu seolah tanpa dasar, berlubang.
Akhirnya sang Raja jatuh bersimpuh di kaki si pengemis.
Terbata-bata ia bertanya, “Tolong jelaskan terbuat dari apakah mangkuk ini?”
Pengemis itu menjawab sambil tersenyum, “Mangkuk itu terbuat dari keinginan manusia yang tanpa batas. Itulah yang mendorong manusia senantiasa bergelut dalam hidupnya. Ada kegembiraan, gairah memuncak di hati, pengalaman kala engkau menginginkan sesuatu. Ketika akhirnya engkau telah mendapatkan keinginan itu, semua yang telah engkau dapatkan itu, seolah tidak ada lagi artinya bagimu. Semuanya hilang ibarat emas intan berlian yang masuk dalam mangkuk yang tak beralas itu. Begitu saja seterusnya, selalu kemudian datang keinginan baru. Orang tidak pernah merasa puas. ‘Power tends to corrupt’ kekuasaan cenderung untuk berlaku tamak”.
Raja itu bertanya lagi, “Adakah cara untuk dapat menutup alas mangkuk itu?”
“Tentu ada, yaitu rasa syukur kepada Tuhan. Jika engkau pandai bersyukur, Tuhan akan menambah rizki padamu”, ucap sang pengemis itu.