Selasa, 11 Juni 2013

Kara,


Kadang menjauh dari seseorang itu lebih baik, bukan karena berhenti mencintainya, tapi untuk melindungi diri dari rasa sakit.

Mungkin itu alasan yang tepat kenapa aku begitu angkuh kepadamu. Bahkan saat duduk berhadapanpun aku lebih memilih untuk memalingkan wajahku dan mencari kesibukkan yang lain. Aku hanya memperkokoh bentengku agar aku tidak roboh. Setiap kali bertemu denganmu, aku merasakan hatiku bahagia dan nyeri dalam waktu yang sama. Bahagia karena aku bisa melihat matamu lagi, namun nyeri karena aku sadar begitu tingginya tembok diantara kita. 

Kadang disaat aku sangat merindukanmu, aku hanya mengharapkan kamu hadir dalam mimpiku. Aku sungguh tidak terlalu mengharapkan bertemu secara nyata denganmu. Karena saat dalam dunia nyata, aku dan kamu dipertemukan. Maka aku akan bersiap-siap untuk merasakan getir selepas kita berpisah kembali. Aku akan habiskan malamku dengan merenung, mengingat betapa bodohnya aku. 

Aku membuat jarak itu hanya agar kau tetap nyaman dengan dirimu. Tetap merasa aman tanpa segala macam bentuk usaha yang kulakukan untuk mendekatimu. Aku berusaha untuk mengacuhkanmu setiap kali bertemu, hanya agar kau merasa bahwa aku tidak sedang berusaha untuk menarik perhatianmu. Setiap kali ngobrol dalam suatu forum, aku sengaja untuk tidak menyahuti setiap omonganmu. Seolah seperti aku berbicara secara pribadi dengan mereka, begitu juga denganmu. Dan saat seperti itu, kita bagaikan minyak dengan air, menempel namun tidak melebur.

Ketika kita bertemu, aku hanya memperhatikan ujung kakimu, atau mungkin ujung jemari tanganmu. Aku tidak berani untuk terus menerus menatap matamu. Kecuali saat kau bertanya atau berbicara kepadaku. Aku akan menatap matamu sekilas dan menjawab pertanyaanmu, lalu aku akan kembali memalingkan wajah. Kamupun akan kembali membisu.

Entah apa sebenarnya yang sedang kujalani ini. Ikatan yang sudah aku buat (kamu buat), lebih seperti kutukan yang terus berlanjut. Saat seseorang bertemu dengan orang yang sangat dicintainya, seharusnya dia akan merasa bahagia. Tapi mengapa tidak demikian denganku. 

***

Ketika malam tiba, saat aku terbaring ditempat tidur dan berusaha untuk memejamkan mataku. Aku mengulurkan tanganku kedepan, kubuka jemari tanganku, kupandangi setiap ujung jari itu seolah seperti hendak menggapai seseuatu. Perlahan kupejamkan mataku, kubayangkan ada jemarimu diujung sana yang perlahan mendekat dan meraih ujung-ujung jemariku. Aku akan tersenyum lembut saat jemarimu berhasil menggapai jemariku. Perlahan aku akan teridur dengan pulas.

Dan aku akan berbisik lirih memanggil namamu, mengharapkanmu hadir di dalam mimpiku, menawarkan getirku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar