Kamis, 30 Mei 2013

Versi Lain :: Sanguine -5- ::

Rewrite By @miaofme ... 
aku sampe pengen nangis bacanya karena nahan ketawa, terbukti banget, kalah telak, mentah-mentah,.. aku masih ingusan banget nie buat jadi penulis huaaaa.... *nangis jerit-jerit* 

***
Pernahkah kamu merasakan detak jantungmu seolah berlari ratusan meter dalam waktu satu menit? Aah alih-alih itu terjadi, pasti kamu sudah koit duluan alias mati. Hahhaha.... tapi itu terjadi dalam dunia cinta. Wow, iya apa sih yang tidak bisa ada dalam percintaan. Orang mati dilangkahin kucing....hidup looh!!! (huahahahhaaa). Intinya tidak ada yang tidak mungkin dalam urusan cinta. Orang waras bisa berubah jadi gila. Bahkan gila sejadi-jadinya. 

Tapi, tau kah kau? Itu terjadi padaku. Tentunya dengan segala jenis hiperbola cinta yang bisa menjadikan semua yang biasa menjadi di luar biasa. Hehehehe

Yah waktu itu aku masih SMA. Wow jadul banget!
Tapi yang pasti, masa itu adalah bagian cerita cintaku yang tak akan pernah bisa terhapus begitu saja.
Seseorang tiba-tiba muncul di belakangku dengan motor berbiru-biru...ah indahnya. Meskipun orang lain mungkin melihat, yah itu motor biasa aja, tapi bagiku semua yang berhubungan dengan dia akan menjadi jauh dari kata sederhana dan biasa. Aku melihatnya dengan penglihatan cintaku dan duaarrrr tuh motor berubah menjadi super indah...indaaaaaahhh sekali. Dia menyapaku pelan.

Mau kemana?”
“Pulang”
“Kok sendirian, temenmu mana?”
“Oh, dia udah duluan tadi, aku sholat dulu soalnya”
“Mau bareng?”
“Gak usah, aku naik angkot saja di depan nanti”
“Udah bareng aja, panas gini. Searah juga kan,”
“Hmmm,”
“Udah ayo,”
“Ya udah, maaf jadi ngerepotin”
“Iya gak pa-pa” 

Jika dihitung dengan menit jam, sebenarnya pembicaraan itu berlangsung terlalu cepat. Bahkan dalam hitungan 10 kali kedipan mata, pembicaraan itu sudah buyar. Yah, mau bagaimana lagi. Aku dan dia memang selalu seperti itu. Irit bicara. Bukan karena aku tidak suka bicara atau karena aku pendiam, tapi karena jika berada di dekatnya lidahku jadi kelu dan aku jadi mati kaku, bisu, aaah pokoknya semuanya yang serba u lah.

Ketika berada di boncengan motor biru itu, aku hanya bisa memajang wajah tanpa mimik (aaah hiperbola lagi). Aku memandangi bagian tubuh indahnya...oh punggung!! Bagaimana mungkin punggung yang juga sama dengan milik orang-orang lainnya bisa menjadi begitu berbeda. Seolah aku melihat cahaya disana. Dan punggung itu menggodaku. “hayoooo......kamu pengen meluk akuu kaaan?” 

Aduuuhh.. tuh punggung genit banget sih.... bisa-bisanya dia bicara seperti itu. Aku sudah menahan ribuan peluh nih. Dadaku juga menjadi tidak wajar rasanya. Sesak, kembang kempis, jingkrak-jingkrak, dan aaah sejuta rasanya....dan si punggung malah makin memeriahkan suasana itu. Ya Tuhan....!!! Capeeek deeehhhh!!!!

Angin juga sepoi-sepoi. Maklum saja dengan naik motor seperti itu, mustahil bin mustahal jika tidak ada angin. Iya kaaannn?? Dan si angin juga ikutan nimbrung godain aku...... “ayoo peluk.... kalo ada aku pasti akan sangat dingin kaaan? Dengan sedikit pelukan...aah pasti hangat looh.. dont you want to try?”
Kyaaaa..... punggung dan angin sama-sama menyebalkan!!!

Detik, menit berlalu. Tak sadar aku sudah sampai di tempat tujuanku. Dia pun berlalu!!!!! Si punggung berlalu juga. Dia “mendadaiku” melambai-lambai.... mengundang sedih dan bahagiaku. Oooh dunia terasa berhenti ketika itu. Waktu menjadi hanya milikku seorang. Indahnya hidup ini. Andai saja waktu ini selamanya menjadi milikku.. aku akan menjadi manusia paling bahagia di dunia ini.

Sanguine -5-


Pertengahan April di 2003

Terik matahari seperti menguapkan semua cairan tubuhku hingga aku merasa dehidrasi. Siang ini panasnya kelewatan. Aku sedikit melenguh ketika melihat langit begitu cerah tanpa awan. 

Bel pulang sekolah sudah berdering hampir 30 menit yang lalu, namun aku masih bertahan di kelasku. Kupikir lebih baik aku sholat dhuhur di sekolah terlebih dahulu baru aku pulang setelahnya. Tak banyak siswa yang tersisa di sekolahku. Mushola juga terlihat sedikit lenggang. 

Kurapikan isi tasku dan beranjak meninggalkan kelas menuju mushola. Setiba disana, aku langsung menaruh tasku di sudut mushola lalu pergi mengambil wudhu. Wajahku terasa segar begitu air sejuk itu menyentuh kulit. Kubasuh wajah, kedua lengan, rambut dan kedua telinga serta kedua kakiku sebagai rukun terakhir wudhu. Aku sholat dengan tenang, menunaikannya dengan sebaik-baiknya.

Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang ketika aku sudah bersiap untuk meninggalkan mushola. Kupikir aku akan pulang naik angkot saja dengan berjalan sedikit jauh ke arah timur. Ketika melewati parkiran motor, terlihat motornya masih terparkir rapi disana. ‘Sudah jam segini kenapa dia belum pulang?’ aku membatin dan berlalu melanjutkan perjalananku.

Silau sekali jalanan yang kulewati, sinar matahari terlalu tajam. Rasanya malas sekali mau jalan kaki ke ujung jalan untuk mencari angkot. Aku baru berjalan sekitar 100 meter ketika tiba-tiba ada motor yang mendekatiku dari belakang dan tepat berhenti disampingku. Sedikit kaget, aku menengok ke arah pengendara motor itu. Deg!, jantungku seperti berhenti berdetak.

“Mau kemana?”

“Pulang”

“Kok sendirian, temenmu mana?”

“Oh, dia udah duluan tadi, aku sholat dulu soalnya”

“Mau bareng?”

“Gak usah, aku naik angkot saja di depan nanti”

“Udah bareng aja, panas gini. Searah juga kan,”

“Hmmm,”

“Udah ayo,”

“Ya udah, maaf jadi ngerepotin”

“Iya gak pa-pa”

Dan motornyapun melaju, sementara aku terduduk kaku di boncengannya. Kuatur nafasku dengan baik agar aku gak grogi. Dia sendiri tampak santai saja. Mengendarai motornya dengan lembut. 

Tak seberapa jauh motornya melaju, tiba-tiba dari arah belakang beberapa teman dekatnya mulai menyusul kami dengan motor mereka. Motor mereka mensejajari kami. Lalu salah seorang dari mereka meledekku. 

“Cieee… udah pulang bareng nie sekarang, boncengan lagi” dan yang lainpun lalu tertawa.

Ledekan itupun semakin menjadi. Namun aku hanya menanggapinya dengan tertawa. Kulihat wajahnya dari kaca spion. Lempeng, seolah-olah ledekkan itu tidak ditujukan kepadanya. Tepat sebelum bahan ledekkan ini semakin menjadi-jadi. Dia menghentikan kata-kata teman-temannya itu.

‘Ngomongin apa sih!”

Teman-temannya semakin menjadi-jadi tertawanya. Untungnya mereka segera pamit dan mendahului kami.

Aku menghela nafas dengan lega ketika mereka pergi. Tidak ada mimik yang berubah di wajahnya. Santai sekali. Dan sepanjang perjalanan aku membisu. Melihat punggungnya dari belakang. Memperhatikan wajahnya dari kaca spion. Mendengarnya bersenandung lirih. Sepertinya hatinya riang. 

Ini kali pertama aku berboncengan motor dengannya. Kali pertama aku duduk di atas motornya, Si Biru yang menawan. Hatiku seperti melambung entah kemana. Aku tahu dia juga merasa hal yang sama. Hatinya seriang hatiku saat ini. Bahkan dia sesekali tersenyum ketika bersenandung. Kurasa ledekkan teman-teman tadi sepertinya tidak menggerahkan telinganya, malah membuatnya tersipu. Ahh, kamu yang mempunyai banyak rahasia. Kenapa tak kau bagi saja rahasiamu itu kepadaku walau hanya sedikit.

15 menit perjalanan bersamanya terasa seperti semenit. Sumpah gak berasa banget. Mungkin karena aku terlalu gembira, hahahaha. Dia menghentikan motornya perlahan ketika sampai di gang tempatku tinggal. Menstabilkan motornya ketika aku turun. Dan tersenyum tipis kepadaku.

“Terima kasih”
 
“Sama-sama, udah ya, aku duluan”

“Iya”

Diapun berlalu tanpa menoleh lagi. Kupandangi punggung itu sampai menghilang di ujung pengkolan. ‘Hari yang hebat’ batinku.

Rabu, 29 Mei 2013

E-Q-U-A-L


Alexandra, 27 tahun, workaholic banker penikmat hidup yang seharusnya punya masa depan cerah. Harusnya. Sampai ia bercerai dan merasa dirinya damaged good. Percaya bahwa kita hanya bisa disakiti oleh orang yang kita cintai, jadi membenci selalu jadi pilihan yang benar. Little did she know that fate has a way of changing just when she doesn’t want it to. - Divortiare

On January 23rd 2011,  Alexandra – the woman you’ve all known from the book Divortiare – discovered the fun of Twitter through her account @alexandrarheaw. These are the collections of her tweets on her everyday life and not-so private thoughts that will finally answer the question : ‘can you love and hate someone so much at the same time?” - Twivortiare

Itu isi penggalan dari 2 series Novel (ada 4 novel dalam satu rangkaian, A Happy Yuppy Wedding, Divortiare, Antologi Rasa, Twivortiare) karya Ika Natassa. Kisah Alex dan Beno. Saya ndak perlu lagi untuk mereview isi masing-masing novel itu karena sudah banyak blogger yang mereviewnya dengan baik. Hanya merasa karakter Beno itu sedikit sama dengan karakternya si Ndoro Bei hahahaha..

Jadi saya hanya mau ngebahas tentang Beno yang notabene kok kayak karakternya si Ndoro Bei itu, ckckck. Beno is so romantic with his sweet little gestures or attitudes or everything he said. Tapi dia sama sekali gak sadar! Jadi romantisnya itu bener-bener alami dan natural dan ga dibikin-bikin. Yah walaupun orangnya kaku banget, nerd, cemburuan abis, posesif, tukang marah, gak bisa ditebak isi pikirannya apa, gak jelas dengan maksud omongannya apa, tapi itu karena besarnya cintanya sama Alex (dari pengakuannya sie, no doubt!)

Jadi kalo si Alex ngetweet "Just because someone doesn't love you the way you want him to, doesn't mean he doesn't love you with everything he has" itu bener banget. Karakter orang kan beda-beda yah, jadi gak bisa dipukul rata apalagi harus distandartkan. Kalau kenyataannya si Ndoro Bei itu kaku banget kalo mengapreasikan isi hatinya kepada pacarnya, itu harus bisa dimaklumi. Dia termasuk yang segelintir perlu untuk di-ajari cara mengungkapkan sesuatu dengan lebih baik.

Well, ada satu suratnya Beno buat Alex (akhirnya, surat cinta pertama yang berhasil dituliskan Beno) yang menjawab semua dugaan atau pertanyaan-pertanyaan Alex ketika Beno tidak bisa mengatakan isi hatinya dengan baik.  

Dear Alexandra,

Terima kasih ya tadi malam udah menyelimutiku. Bangun tidur dan merasakan badanku hangat karena diselimuti kamu itu rasanya tenang dan lega, Lex.. Bahwa kamu masih mau perhatiin aku, walaupun saat ini ngomong sama aku pun kamu ga mau lagi. Terima kasih selama ini kamu jg memberikan perhatian, rasa tenang, dan hangat itu padaku tiap malam.

...

Sepanjang hari aku hidup untuk meolong orang, sepanjang hari itu juga aku bertahan karena aku tau setiap hari yang berat itu aku punya kamu sebagai tujuan pulang. Setiap aku merasa capek banget berdiri seharian demi membedah orang, aku ingat bahwa nanti waktu aku pulang ke rumah, ada kamu yang meluk aku.. yang ngelus2 punggung aku yang pegel banget ini,

Alexandra. Tau bahwa ada kamu di rumah setiap malam adalah satu-satunya hal yang bisa bikin aku bertahan dalam tekanan apapun yang aku hadapi tiap hari di rumah sakit. My patients owe their live not to me, but to you, because you are the one who can make me function every single day..

Maafin aku Lex, karena disaat kamu ngerti banget gimana bikin aku bahagia, suami kamu ini justru ga ngerti gimana caranya kamu merasakan hal yg sama. Merasa disayangi, diperhatikan, dijadikan nomer satu, seperti yang kamu berikan padaku. Jadi spy aku bisa jadi suami yang lenih baik buat kamu... mohon bersabar dan ajari aku ya.

Hampir 7 tahun, tiap hari aku belajar kamu, Lex. Aku belajar apa aja yang bikin kamu seneng, yang bikin kamu tertawa, yang bikin kamu sedih. Aku merasa gagal banget waktu sadar bahwa bertahun-tahun aku belajar kamu, aku masih juga nyakitin kamu. Disaat aku merasa udah hafal apa aja yang bikin kamu nangis, jadi aku menghindari semua hal itu, air mata kamu masih jatuh juga, Lex..

Aku ga pinter dgn kata-kata. Aku juga gak pinter nunjukin perasaan aku. aku mungkin juga ga pinter menjaga perasaan kamu. Tapi aku pengen kamu tau kalo aku cinta mati sama kamu Alexandra. Aku ga mau perempuan lain sampai kapanpun. Jadi, ajari aku ya, Lex.. Mohon sabar dan ajari Beno-nya kamu ini supaya bisa bikin kamu ngerasain cinta matinya aku sama kamu tiap hari..

Maaf aku harus minta maaf pake tulisan tangan yang jelek ini. Aku takut salah bicara dan makin nyakitin kamu kalo aku ngomong langsung, yang. Udahan ya marahnya, yang..
...

Beno.

So, seperti itulah relationship. Dari yang berbeda dijadikan satu agar belajar untuk saling memaklumi dan memahami. 

Commitment is a funny thing, you know? It’s almost like getting a tattoo. You think and you think and you think before you get one. And once you get one, it sticks to you hard and deep. 
Ika Natassa, Divortiare

Selasa, 21 Mei 2013

benci tapi rindu


Ada payung merah terbang di atas padang rumput hijau, di bawah langit biru berawan putih.

Ada sedikit amarah yang datang pada diriku, saat bergelut sengit dengan darah yang mendidih.

Payung itu terombang-ambing dimainkan angin, tepat sebelum jatuh dia dihempaskan kembali ke angkasa.

Relung hati ini seperti mengembang lalu meramping layaknya panas yang terusir dingin dan lalu tercium bau hangus disekitarnya.

Angin kencang membawanya ketengah padang rumput, menjatuhkannya sekali jadi ke hamparan rumput tebal itu.

Dingin membuatku tenang dalam jengah pikiran yang seperti benang kusut, menyegarkan memori akan nyaman dan lembutnya perhatianmu.