Senin, 13 Mei 2013

Sanguine -3-


Sedang apa kamu saat ini? Apa kamu memikirkanku? Rindukah dirimu padaku?

Kuhela nafas cukup dalam dan kemudian kulepaskan dengan sangat perlahan. Mataku terasa panas namun sebisa mungkin kutahan agar airmataku tak ikut tumpah. Jari-jari kakiku semakin kutanamkan ke dalam pasir. Hangat pasir pantai melenakkan emosiku. Semilir angin senja memainkan ujung rambutku. Debur ombak seperti berlomba untuk menghiburku. Kurebahkan diriku diatas pasir putih ini, kupejamkan mataku, kudengarkan debur ombak dengan sepenuh hati. Dan senyummu sudah kembali hadir di pandangan mataku yang tertutup.

Kamu tahu, semua orang menyuruhku untuk menyerah. Mereka menganggapku gila. Mereka merasa aku sudah melakukan hal yang sia-sia. “buat apa kamu memikirkannya hingga seperti ini, sementara belum tentu dia juga memikirkanmu.” atau “apa yang kamu harapkan dari penantian semumu ini? Apa kamu merasa semua ini aka nada ujungnya? 12 tahun bukan waktu yang sebentar. Kamu sudah membuang waktumu percuma. Bahkan kamupun tidak pernah tahu apa sebenarnya maunya orang itu. Sadarlah, jangan kau sia-siakan lagi waktumu.” Dan masih banyak lagi nasehat yang lain dari mereka. 

Aku tahu mereka sangat khawatir denganku. Aku tahu mereka sangat menyayangiku. Namun memanipulasi otak bukan hal yang mudah buatku. Bertahun-tahun aku membuka diri. Mengenal wajah-wajah baru. Mencoba membuka hubungan dengan mereka yang terpilih. Tapi tak pernah ada yang berlangsung lama. Hatiku tak bisa berbohong, aku tak pernah bisa mencintai mereka. Baiknya mereka selalu bisa menerima keputusanku dengan lapang dada. Mereka bisa benar-benar memaklumiku.

Seperti inikah jatuh cinta? Tapi mengapa serumit ini?

Bayanganku tentang cinta itu seperti seseorang yang di taburi kebahagiaan setiap hari. Tak ada duka di wajahnya. Setiap hari jantungnya selalu berdegup kencang, senyumnya cerah, matanya berbinar. Dan sebenarnya seperti itulah yang ku alami. Cukup dengan mengingatmu bahagia maka aku akan bahagia. Bahkan jika boleh dibilang, mendengar suara kentutmupun aku sudah berbahagia atau melihat sandalmu berjajaran dengan sandalku saja, hatiku sudah berbunga-bunga. Sesederhana itu aku memaknai cinta. 

Dan berpisah denganmu saat itu ternyata membawa duka yang begitu dalam buatku. Kupikir perpisahan saat itu akan bisa membawa kebaikkan buatku. Dengan bergulirnya waktu, aku akan bisa melupakanmu. Namun aku salah. Jarak justru menjadi pemicu rindu yang menyeruak. Tiada detik tanpa mengingatmu. Tiada malam tanpa rindu kepadamu. Aku seperti berjalan di dinginnya gurun pasir hanya dengan selembar kain tipis. Sedikit demi sedikit aku memendam sakit di dalam dadaku. Aku baru menyadari jika jatuh cinta akan sesakit itu. 

Aku menghitung setiap purnama yang kujumpai. Mendambakan wajahmu hadir dalam setiap mimpiku. Melihat kembali senyummu. Mendengar renyah suara tawamu. Menyentuh jemarimu. Atau melihat punggungmu dengan hati yang berbunga-bunga saat kau memboncengku di atas motor kesayanganmu itu. Atau saat melihat kau memetik gitarmu dengan suka cita. Suara merdumu saat kau menyanyikan lagu itu. Lagu yang kukira itu adalah bahasamu kepadaku. 

So lately, I've been wondering
Who will be there to take my place
When I'm gone, you'll need love
To light the shadows on your face
If a great wave should fall
It would fall upon us all
And between the sand and stone
Could you make it on your own

If I could, then I would
I'll go wherever you will go
Way up high or down low
I'll go wherever you will go

And maybe, I'll find out
The way to make it back someday
To watch you, to guide you
Through the darkest of your days
If a great wave should fall
It would fall upon us all
Well I hope there's someone out there
Who can bring me back to you

"Wherever You Will Go" – The Calling

Aku memaknai lagu ini sebagai bahasa kalbumu kepadaku. Lagu perpisahan darimu buatku. sebelum jarak menjauhkan kita. Tapi saat itu dan hingga kinipun aku belum bisa mendapatkan jawaban dari semua pertanyaanku akan apa yang kurasakan. 

Mencintaimu mengajarkanku akan rasa kesetiaan juga pengabdian. Aku belajar tegar dan ikhlas darinya. Tanpa berharap banyak, aku terus berusaha untuk tetap hidup dalam keyakinan akan hal baik yang akan kudapatkan suatu saat nanti. Mungkin nyeri di ulu hati saat menahan rindu kepadamu akan selalu ada. Namun aku bisa merasakannya dengan lapang dada. Anggap saja itu wujud lain dari perasaan bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar