Saat ada yang bertanya usiamu
berapa, aku akan menjawab 22 tahun. Begitupun untuk tahun-tahun selanjutnya. Aku
akan tetap menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang sama, 22 tahun. Seperti menasbihkan
diri bahwa umurku berhenti di angka 22 tahun walaupun aku akan tetap hidup
untuk hari-hari yang akan datang hingga akhir hayatku. Siapa tahu dengan
seperti itu aku akan tetap terus awet muda.
Aku lahir Senin pon setelah adzan
subuh berkumandang berbarengan dengan saudara jauhku yang lahir di tempat lain.
Aku anak pertama begitu juga dia, hanya saja kami berbeda kelamin. Aku merasa
mungkin sebenarnya kami ini adalah roh kembar namun berada di janin yang
berbeda. Bahkan aku juga merasa roh kami salah memasuki raga atau lebih
tepatnya tertukar, hahahaha… Dari cerita kelahiranku saja, aku sudah merasakan
ada keistimewaan. Semuanya serba dibarengi dengan angka 1. Anak pertama (Sulung),
hari pertama (Senin), pasaran pertama (pon, pasaran
berlaku untuk kalender jawa, dimulai dari Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing),
dan cucu pertama. Sepertinya dunia ini sudah mempersiapkan sesuatu yang
istimewa untukku.
Masa pertumbuhan kami hampir
selalu bersamaan. Namun kami tetap di tempat yang berbeda. Rumahnya berada di
barat jalan utama desa kami, sementara rumahku berada di timur jalan raya itu.
Dan serupa dengan situasi dunia ini, blok barat selalu terlihat lebih modern
daripada blok timur. Kalo aku bebas berkeliaran sesuka hati saat bermain di
siang hari, dia justru lebih banyak menghabiskan waktu dirumah. Perbedaan yang
lainnya, dia itu priyayi sementara aku orang biasa. Dia bisa mengasah bakatnya
dari kecil, sementara aku masih malu-malu untuk menunjukkan bakatku. Tapi lebih
daripada itu semua, kami sesungguhnya mempunyai minat dan rasa yang sama. Saya menyukai
seni begitu juga dia. Saya menyukai cerita, begitu juga dia. Apa benang merah
itu memang ada?
Ulang tahun ke 6 kami dirayakan
bersama, atau lebih tepatnya aku yang menumpang di acara ulang tahunnya. Semuanya
tampak meriah saat itu. Satu moment yang berarti buatku ketika aku difoto
bersama dengan kue ulang tahun di depanku. Saat blitz kamera itu menyala,
spontan mulutku menganga dengan permen terkulum di dalamnya. Jadilah foto itu
seperti sapi melenguh yang lagi memamerkan rongga mulutnya. So far, aku sangat menikmati kenangan
itu.
Tahun demi tahun berganti. Kami
saling berucap selamat saat tiba hari ulang tahun kami. Kadang-kadang juga
saling bertukar kado. Ada satu benda istimewa yang pernah kuterima darinya,
gunting kuku. Istimewa karena dia memberikan itu dengan berbagai macam petuah
setelahnya, hahahahaa. Jadi, mau tidak mau, aku selalu mengenang gunting kuku
itu.
Beranjak dewasa kami mulai
mempunyai minat sendiri, begitu juga dengan kawan-kawan yang dekat dengan kami.
Aku hidup dengan duniaku dan dia bercengkrama dengan dunianya. Tanpa kami
sadari, kami sudah jarang untuk berkomunikasi. Tak ada lagi ucapan ulang tahun
yang saling kami berikan ketika hari lahir kami tiba. Hingga tahun demi tahun berlalu, kami sudah
seperti kehilangan kabar. Kudengar dia sudah berumah tangga. Tinggal dengan
pasangannya di salah satu kota di jawa timur. Sementara aku masih membujang dan
terdampar di ibukota.
Terkadang aku merindukan masa
kanak-kanak kami. Merindukan kegembiraan kami. Merindukan perbincangan kami
tentang angan-angan. Merindukan kucing-kucingnya yang lucu. Merindukan suaranya
yang merdu. Merindukan omelannya yang bijak. Merindukan dia. Karena itu aku
ingin terus muda, biar aku bisa terus sehat untuk bisa bertemu kembali
dengannya kelak. Bergembira lagi seperti dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar