Rabu, 15 Mei 2013

Another 22


Saat ada yang bertanya usiamu berapa, aku akan menjawab 22 tahun. Begitupun untuk tahun-tahun selanjutnya. Aku akan tetap menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang sama, 22 tahun. Seperti menasbihkan diri bahwa umurku berhenti di angka 22 tahun walaupun aku akan tetap hidup untuk hari-hari yang akan datang hingga akhir hayatku. Siapa tahu dengan seperti itu aku akan tetap terus awet muda. 

Aku lahir Senin pon setelah adzan subuh berkumandang berbarengan dengan saudara jauhku yang lahir di tempat lain. Aku anak pertama begitu juga dia, hanya saja kami berbeda kelamin. Aku merasa mungkin sebenarnya kami ini adalah roh kembar namun berada di janin yang berbeda. Bahkan aku juga merasa roh kami salah memasuki raga atau lebih tepatnya tertukar, hahahaha… Dari cerita kelahiranku saja, aku sudah merasakan ada keistimewaan. Semuanya serba dibarengi dengan angka 1. Anak pertama (Sulung), hari pertama (Senin), pasaran pertama (pon, pasaran berlaku untuk kalender jawa, dimulai dari Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing), dan cucu pertama. Sepertinya dunia ini sudah mempersiapkan sesuatu yang istimewa untukku. 

Masa pertumbuhan kami hampir selalu bersamaan. Namun kami tetap di tempat yang berbeda. Rumahnya berada di barat jalan utama desa kami, sementara rumahku berada di timur jalan raya itu. Dan serupa dengan situasi dunia ini, blok barat selalu terlihat lebih modern daripada blok timur. Kalo aku bebas berkeliaran sesuka hati saat bermain di siang hari, dia justru lebih banyak menghabiskan waktu dirumah. Perbedaan yang lainnya, dia itu priyayi sementara aku orang biasa. Dia bisa mengasah bakatnya dari kecil, sementara aku masih malu-malu untuk menunjukkan bakatku. Tapi lebih daripada itu semua, kami sesungguhnya mempunyai minat dan rasa yang sama. Saya menyukai seni begitu juga dia. Saya menyukai cerita, begitu juga dia. Apa benang merah itu memang ada?

Ulang tahun ke 6 kami dirayakan bersama, atau lebih tepatnya aku yang menumpang di acara ulang tahunnya. Semuanya tampak meriah saat itu. Satu moment yang berarti buatku ketika aku difoto bersama dengan kue ulang tahun di depanku. Saat blitz kamera itu menyala, spontan mulutku menganga dengan permen terkulum di dalamnya. Jadilah foto itu seperti sapi melenguh yang lagi memamerkan rongga mulutnya. So far, aku sangat menikmati kenangan itu.

Tahun demi tahun berganti. Kami saling berucap selamat saat tiba hari ulang tahun kami. Kadang-kadang juga saling bertukar kado. Ada satu benda istimewa yang pernah kuterima darinya, gunting kuku. Istimewa karena dia memberikan itu dengan berbagai macam petuah setelahnya, hahahahaa. Jadi, mau tidak mau, aku selalu mengenang gunting kuku itu.

Beranjak dewasa kami mulai mempunyai minat sendiri, begitu juga dengan kawan-kawan yang dekat dengan kami. Aku hidup dengan duniaku dan dia bercengkrama dengan dunianya. Tanpa kami sadari, kami sudah jarang untuk berkomunikasi. Tak ada lagi ucapan ulang tahun yang saling kami berikan ketika hari lahir kami tiba.  Hingga tahun demi tahun berlalu, kami sudah seperti kehilangan kabar. Kudengar dia sudah berumah tangga. Tinggal dengan pasangannya di salah satu kota di jawa timur. Sementara aku masih membujang dan terdampar di ibukota.

Terkadang aku merindukan masa kanak-kanak kami. Merindukan kegembiraan kami. Merindukan perbincangan kami tentang angan-angan. Merindukan kucing-kucingnya yang lucu. Merindukan suaranya yang merdu. Merindukan omelannya yang bijak. Merindukan dia. Karena itu aku ingin terus muda, biar aku bisa terus sehat untuk bisa bertemu kembali dengannya kelak. Bergembira lagi seperti dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar